kesieuthipth.com – Bunny Chow, sering disebut sebagai “bunny,” adalah hidangan cepat saji khas Afrika Selatan yang terdiri dari roti putih yang bagian dalamnya dikeruk dan diisi dengan kari pedas. Hidangan ini berasal dari komunitas India di Durban, kota pelabuhan terbesar ketiga di Afrika Selatan, dan telah menjadi simbol kuliner yang mencerminkan perpaduan budaya serta sejarah kompleks negara tersebut. Biasanya disajikan dengan salad sampingan seperti sambal (campuran wortel parut, bawang, dan cabai) atau acar India, Bunny Chow bukan hanya makanan, tetapi juga cerminan dari ketahanan dan kreativitas masyarakat di masa sulit.
Sejarah dan Asal-Usul
Asal-usul Bunny Chow tidak sepenuhnya jelas, namun sebagian besar cerita menelusuri akarnya ke komunitas pekerja migran India di Durban pada abad ke-19 dan awal abad ke-20. Pekerja India, yang diangkut sebagai buruh kontrak untuk bekerja di perkebunan tebu di KwaZulu-Natal, membawa tradisi kuliner mereka, termasuk kari dan roti. Namun, tantangan seperti waktu istirahat yang singkat dan kurangnya wadah makanan mendorong inovasi.
Salah satu cerita populer menyebutkan bahwa Bunny Chow lahir pada era apartheid (1948–1994), ketika undang-undang segregasi rasial melarang orang kulit hitam dan India untuk makan di restoran tertentu. Pedagang India, khususnya dari kasta Bania (pedagang atau moneylender), mulai menjual kari dalam roti yang dikeruk sebagai solusi praktis untuk makanan dibawa pulang. Roti putih dipilih karena harganya murah, mudah didapat, dan cukup kokoh untuk menahan kari tanpa perlu wadah tambahan. Istilah “Bunny” diyakini berasal dari kata “Bania,” yang kemudian dipadukan dengan “chow,” istilah slang Afrika Selatan untuk makanan.
Cerita lain menyebutkan bahwa hidangan ini diciptakan untuk pegolf India yang tidak diizinkan membawa pisau selama apartheid, sehingga roti menjadi wadah yang aman dan praktis. Ada pula klaim bahwa restoran seperti Kapitan’s atau Patel’s Vegetarian Refreshment Room di Durban adalah pelopor Bunny Chow pada 1930-an atau 1940-an. Meskipun asal-usul pastinya masih diperdebatkan, Bunny Chow jelas merupakan produk dari kebutuhan, kreativitas, dan adaptasi budaya di tengah tekanan sosial dan ekonomi.
Awalnya, Bunny Chow adalah hidangan vegetarian, sering diisi dengan kari kacang atau sayuran, sesuai dengan tradisi diet banyak pekerja India. Seiring waktu, variasi seperti kari daging (domba, ayam, atau sapi) menjadi populer, mencerminkan evolusi selera dan ketersediaan bahan.
Karakteristik dan Penyajian
Bunny Chow biasanya dibuat dengan roti putih berkerak tebal yang dipotong menjadi seperempat (disebut “kota”), setengah, atau satu roti penuh, tergantung porsi yang diinginkan. Bagian dalam roti dikeruk, meninggalkan dinding tebal sekitar 1,5 cm untuk menyerap kuah kari tanpa hancur. Kari yang digunakan bervariasi, tetapi yang paling umum adalah kari domba, ayam, atau kacang khas Durban, yang dikenal pedas dengan lapisan minyak di permukaan—ciri khas yang membuatnya cocok untuk diserap oleh roti.
Hidangan ini dimakan dengan tangan, tanpa peralatan makan, yang menambah daya tariknya sebagai makanan jalanan. Bagian roti yang dikeruk sering diletakkan di atas kari sebagai “topi” atau digunakan untuk mencelup kuah. Salah satu kenikmatan utama Bunny Chow adalah ketika kuah kari meresap ke dinding roti, menciptakan tekstur yang lembut namun kaya rasa.
Sambal, campuran wortel parut, bawang, tomat, dan cabai yang direndam dalam cuka, sering disajikan sebagai pendamping untuk menambah kesegaran dan kontras rasa. Acar India seperti acar mangga atau lemon juga umum ditambahkan untuk menyeimbangkan kepedasan kari.
Resep Bunny Chow Sederhana
Berikut adalah resep dasar untuk membuat Bunny Chow dengan kari ayam ala Durban, yang dapat disesuaikan dengan preferensi Anda:
Bahan-Bahan (untuk 4 porsi):
-
Untuk Kari Ayam:
-
500 g dada atau paha ayam, potong dadu
-
2 sdm minyak sayur
-
1 batang kayu manis
-
2 daun salam
-
1 sdt biji jintan
-
1 bawang bombay besar, cincang halus
-
2 siung bawang putih, cincang
-
1 sdm jahe parut
-
2 sdt bubuk kari Durban (atau bubuk kari pedas)
-
1 sdt bubuk cabai (sesuaikan dengan tingkat kepedasan)
-
1 sdt kunyit
-
1 sdt garam masala
-
2 tomat besar, cincang atau 200 g tomat kaleng
-
2 kentang sedang, potong dadu
-
200 ml air
-
Garam secukupnya
-
Daun ketumbar segar, cincang (untuk hiasan)
-
-
Untuk Roti:
-
1 roti putih utuh (sebaiknya berkerak tebal), potong menjadi 4 bagian
-
Bagian dalam roti yang dikeruk, disisihkan untuk topping
-
-
Untuk Sambal (opsional):
-
1 wortel, parut
-
1/2 bawang merah, iris tipis
-
1 cabai hijau, cincang (opsional)
-
2 sdm cuka putih
-
1 sdt gula
-
Cara Membuat:
-
Mempersiapkan Kari:
-
Panaskan minyak dalam wajan besar di atas api sedang. Tumis kayu manis, daun salam, dan biji jintan hingga harum (sekitar 30 detik).
-
Tambahkan bawang bombay dan tumis hingga lunak dan transparan (5–7 menit).
-
Masukkan bawang putih, jahe, dan semua bubuk rempah (kari, cabai, kunyit). Aduk selama 1 menit hingga rempah tercium harum.
-
Tambahkan tomat cincang dan masak hingga membentuk pasta kental (sekitar 5 menit).
-
Masukkan ayam, aduk hingga terbalut rempah, lalu tambahkan kentang, air, dan garam. Didihkan, lalu kecilkan api dan masak dengan tutup selama 30–40 menit hingga ayam empuk dan kentang matang. Aduk sesekali.
-
Taburi garam masala dan daun ketumbar sebelum disajikan.
-
-
Mempersiapkan Roti:
-
Potong roti menjadi seperempat atau setengah, tergantung porsi. Dengan pisau tajam, keruk bagian dalam roti, sisakan dinding tebal sekitar 1,5 cm. Simpan bagian yang dikeruk untuk topping.
-
Pastikan roti berdiri kokoh agar tidak bocor saat diisi kari.
-
-
Membuat Sambal:
-
Campur wortel parut, bawang, cabai, cuka, dan gula dalam mangkuk. Aduk rata dan diamkan selama 15 menit agar rasa meresap.
-
-
Penyajian:
-
Tuang kari panas ke dalam roti yang telah dikeruk hingga penuh.
-
Letakkan bagian roti yang dikeruk di atas kari sebagai penutup.
-
Sajikan dengan sambal di samping. Makan dengan tangan, celupkan roti ke dalam kari, dan nikmati!
-
Catatan:
-
Untuk versi vegetarian, ganti ayam dengan kacang merah, kacang polong, atau buncis.
-
Sesuaikan kepedasan dengan mengurangi atau menambah bubuk cabai.
-
Kari bisa disiapkan sehari sebelumnya karena rasanya akan semakin kaya setelah didiamkan.
Makna Budaya dan Modernitas
Bunny Chow lebih dari sekadar makanan jalanan; ia adalah simbol perjuangan dan adaptasi komunitas India di Afrika Selatan. Selama apartheid, hidangan ini menjadi cara bagi pekerja untuk mengakses makanan bergizi dengan harga terjangkau tanpa melanggar aturan segregasi. Kini, Bunny Chow telah melampaui batasan budaya dan dinikmati oleh berbagai kelompok etnis di Afrika Selatan, dari pedagang kaki lima hingga restoran mewah.
Di Durban, Bunny Chow memiliki tempat khusus, bahkan ada acara tahunan seperti “Bunny Chow Barometer” di mana pembuat bunny terbaik bersaing. Hidangan ini juga telah menyebar ke kota lain seperti Johannesburg dan Cape Town, dengan variasi lokal seperti “Gatsby” (roti isi besar) atau “kota” (versi kecil Bunny Chow). Di luar Afrika Selatan, Bunny Chow mulai dikenal di komunitas diaspora Afrika Selatan, meskipun sulit menemukannya dalam bentuk autentik di tempat lain.
Di era modern, Bunny Chow juga dihadirkan dalam bentuk yang lebih elegan, seperti menggunakan roti ciabatta kecil untuk acara formal atau disajikan dalam porsi mini sebagai makanan pembuka. Namun, esensi sejatinya tetap sama: makanan yang sederhana, lezat, dan mengenyangkan yang lahir dari kebutuhan dan kreativitas.
Bunny Chow adalah perwujudan dari sejarah, budaya, dan rasa yang kaya dari Afrika Selatan. Dari asal-usulnya sebagai solusi praktis bagi pekerja India hingga statusnya sebagai ikon kuliner nasional, hidangan ini menceritakan kisah tentang ketahanan, inovasi, dan perpaduan budaya. Baik Anda menikmatinya di pedagang kaki lima di Durban atau membuatnya sendiri di rumah, Bunny Chow menawarkan pengalaman kuliner yang tak terlupakan. Jadi, ambillah sepotong roti, isi dengan kari pedas, dan nikmati sepotong sejarah Afrika Selatan dalam setiap gigitan.